1, 2. Hasil apa yang diperoleh seorang saudara karena tutur katanya yang sopan?
2 ”Sesudah
itu, ketika saya berkunjung ke rumah di seberang jalan, saya melihat
keluarga itu duduk di depan rumah mereka. Mereka memanggil saya. ’Ada
apa lagi?’ pikir saya. Si pria menyediakan sebotol air dingin dan
menawari saya minum. Ia minta maaf karena sudah bersikap kasar dan
memuji saya karena memiliki iman yang kuat. Kami berpisah dengan
baik-baik.”
3. Mengapa kita hendaknya tidak membiarkan orang lain membuat kita marah?
3 Dalam
dunia dewasa ini yang sarat tekanan, mau tidak mau kita sering kali
berhadapan dengan orang yang marah, juga dalam dinas. Dalam saat-saat
seperti itu, sangat penting untuk mempertunjukkan sikap ”yang lembut dan
respek yang dalam”. (1 Ptr. 3:15)
Seandainya kemarahan dan sikap kasar si penghuni rumah membuat saudara
tadi menjadi marah, sikap pria itu mungkin tidak akan melunak; ia malah
akan semakin marah. Karena saudara itu berhasil mengendalikan diri
dan berbicara dengan sopan, hasil akhirnya pun baik.
Apa yang Membuat Tutur Kata Menyenangkan?
4. Mengapa penting untuk menggunakan tutur kata yang menyenangkan?
4 Tidak
soal kita berinteraksi dengan orang-orang di luar atau di dalam sidang,
bahkan dengan anggota keluarga, sangatlah penting bagi kita untuk
menuruti nasihat Paulus, ”Hendaklah ucapanmu selalu menyenangkan,
dibumbui dengan garam.” (Kol. 4:6) Tutur kata yang patut dan sedap didengar mutlak perlu untuk menciptakan perdamaian dan komunikasi yang baik.
5. Komunikasi yang baik tidak memaksudkan apa? Berikan contoh.
5 Komunikasi
yang baik bukan berarti langsung mengutarakan setiap hal yang Saudara
sedang pikirkan dan rasakan, terutama sewaktu saudara sedang kesal.
Alkitab menunjukkan bahwa pelampiasan kemarahan yang tak terkendali
merupakan ciri kelemahan, bukan kekuatan. (Baca Amsal 25:28; 29:11.) Musa —”yang paling lembut” di antara semua orang yang hidup pada waktu itu —pernah
membiarkan kemarahannya meledak karena pemberontakan bangsa Israel
sehingga dia tidak memberikan kemuliaan kepada Allah. Musa dengan
blak-blakan mengutarakan perasaannya, tetapi Yehuwa tidak senang.
Setelah memimpin bangsa Israel selama 40 tahun, Musa tidak diizinkan
membawa mereka masuk ke Tanah Perjanjian. —Bil. 12:3; 20:10, 12; Mz. 106:32.
6. Apa yang dimaksud dengan berlaku bijaksana dalam bertutur kata?
6 Alkitab
menganjurkan agar kita memperlihatkan pengendalian diri, kebijaksanaan,
atau pertimbangan yang baik sewaktu berbicara. ”Dalam banyaknya
kata-kata, pelanggaran tidak akan kurang, tetapi orang yang menahan
bibirnya bertindak bijaksana.” (Ams. 10:19; 17:27) Meskipun demikian,
berlaku bijaksana bukan berarti tidak pernah mengutarakan diri. Hal itu
berarti berbicara dengan cara yang ”menyenangkan”, atau sopan,
menggunakan lidah untuk menyembuhkan dan bukan untuk menyakiti. —Baca Amsal 12:18; 18:21.
”Waktu untuk Berdiam Diri dan Waktu untuk Berbicara”
7. Hal-hal macam apa yang hendaknya tidak diungkapkan, dan mengapa?
7 Sebagaimana
kita perlu memperlihatkan sopan santun dan pengendalian diri sewaktu
berbicara dengan rekan sekerja atau orang yang tidak dikenal dalam
dinas, kita juga perlu berbuat demikian di sidang dan di rumah.
Melampiaskan kemarahan tanpa memikirkan konsekuensinya dapat
mengakibatkan kerusakan yang parah pada kesehatan rohani, emosi, dan
fisik kita sendiri dan orang lain. (Ams. 18:6, 7) Perasaan-perasaan negatif —manifestasi dari ketidaksempurnaan kita —harus dikendalikan. Cacian, cemoohan, penghinaan, kemarahan yang penuh kebencian adalah salah. (Kol. 3:8; Yak. 1:20)
Hal-hal itu dapat merusak hubungan yang berharga dengan orang lain dan
dengan Yehuwa. Yesus mengajarkan, ”Setiap orang yang terus murka kepada
saudaranya harus memberikan pertanggungjawaban kepada pengadilan; tetapi
barang siapa menyapa saudaranya dengan suatu kata penghinaan yang tidak
pantas diucapkan harus memberikan pertanggungjawaban kepada Pengadilan
Tertinggi; sedangkan barang siapa mengatakan, ’Engkau orang bodoh yang
hina!’ dapat dikenai hukuman Gehena yang bernyala-nyala.” —Mat. 5:22.
8. Kapan kita harus menyatakan perasaan kita, namun dengan cara bagaimana?
8 Namun,
ada beberapa hal yang mungkin kita pikir lebih baik dikomunikasikan.
Jika ada ucapan atau perbuatan seorang saudara seiman yang sangat
mengganggu sehingga Saudara tidak bisa memaafkannya begitu saja, jangan
biarkan perasaan benci berkembang dalam hati Saudara. (Ams. 19:11)
Jika seseorang membuat Saudara marah, kendalikan emosi Saudara dan
kemudian ambil langkah-langkah yang perlu untuk menyelesaikan
persoalannya. Paulus menulis, ”Jangan sampai matahari terbenam sewaktu
kamu masih dalam keadaan terpancing untuk marah.” Karena masalahnya
terus mengganggu Saudara, selesaikanlah itu baik-baik pada waktu yang cocok. (Baca Efesus 4:26, 27, 31, 32.) Bicarakanlah persoalannya dengan saudara itu, secara terus terang namun sopan, dengan tujuan untuk rukun kembali. —Im. 19:17; Mat. 18:15.
9. Mengapa emosi kita hendaknya sudah terkendali sebelum membicarakan suatu persoalan dengan orang lain?
9 Tentu, Saudara sebaiknya memilih waktu yang cocok. Ada ”waktu untuk berdiam diri dan waktu untuk berbicara”. (Pkh. 3:1, 7) Selain itu, ”hati orang adil-benar merenung agar dapat menjawab”. (Ams. 15:28)
Ini mungkin berarti kita harus menunggu sebelum membahas problemnya.
Melakukannya sewaktu seseorang masih sangat kesal dapat memperburuk
persoalan; namun, juga tidak bijaksana untuk menundanya terlalu lama.
Perbuatan yang Menyenangkan Meningkatkan Hubungan Baik
10. Bagaimana perbuatan yang menyenangkan bisa meningkatkan hubungan?
10 Tutur
kata yang menyenangkan dan komunikasi yang baik membantu kita membentuk
dan memelihara hubungan damai. Sesungguhnya, upaya untuk meningkatkan
hubungan kita dengan orang lain dapat meningkatkan mutu komunikasi kita
dengan mereka. Inisiatif yang tulus untuk berbuat baik kepada orang lain —mencari kesempatan untuk membantu, memberi hadiah dengan motif yang tulus, berlaku ramah —bisa
turut menghasilkan komunikasi yang baik. Hal itu bahkan dapat
”menumpukkan bara yang bernyala-nyala” di atas kepala seseorang dan
memunculkan sifat-sifat baiknya, membuatnya lebih mudah untuk berbicara
dan menyelesaikan persoalan. —Rm. 12:20, 21.
11. Bagaimana Yakub berinisiatif untuk memperbaiki hubungan dengan Esau, dan apa hasilnya?
11 Sang
patriark Yakub memahami hal ini. Saudara kembarnya, Esau, sangat marah
terhadapnya sehingga Yakub melarikan diri, karena ia pikir Esau akan
membunuhnya. Bertahun-tahun kemudian, Yakub pulang. Esau keluar untuk
menjumpainya, disertai 400 orang pria. Yakub berdoa memohon bantuan
Yehuwa. Lalu, ia terlebih dahulu mengirim sejumlah besar ternak sebagai
hadiah untuk Esau. Hadiah itu mencapai maksudnya. Ketika mereka bertemu,
hati Esau sudah melunak; ia berlari dan memeluk Yakub. —Kej. 27:41-44; 32:6, 11, 13-15; 33:4, 10.
Bina Orang Lain dengan Tutur Kata yang Menyenangkan
12. Mengapa kita hendaknya menggunakan perkataan yang menyenangkan sewaktu berbicara dengan orang lain?
12 Orang
Kristen melayani Allah, bukan manusia. Namun, wajarlah bila kita
menginginkan perkenan orang lain. Perkataan kita yang menyenangkan dapat
meringankan beban saudara-saudari kita. Sebaliknya, kritikan pedas
dapat membuat beban itu terasa lebih berat dan bahkan membuat beberapa
orang bertanya-tanya apakah mereka telah kehilangan perkenan Yehuwa.
Karena itu, marilah kita dengan tulus mengatakan hal-hal yang membina
kepada orang lain, ”perkataan apa pun yang baik, untuk membangun sesuai
dengan kebutuhan, sehingga itu memberikan apa yang baik kepada para
pendengar”. —Ef. 4:29.
13. Apa yang harus diingat para penatua (a) sewaktu memberikan nasihat? (b) sewaktu berkorespondensi?
13 Para penatua, khususnya, harus ”lembut” dan memperlakukan kawanan dengan baik hati. (1 Tes. 2:7, 8)
Sewaktu penatua perlu memberikan nasihat, tujuan mereka adalah untuk
melakukannya ”dengan lemah lembut”, bahkan sewaktu berbicara dengan
orang-orang yang ”cenderung bersikap tidak setuju”. (2 Tim. 2:24, 25)
Para penatua juga hendaknya berlaku santun ketika mengungkapkan
pikirannya secara tertulis sewaktu berkorespondensi dengan badan penatua
sidang lain atau dengan kantor cabang. Mereka hendaknya ramah dan
bertimbang rasa, selaras dengan apa yang kita baca di Matius 7:12.
Menggunakan Tutur Kata yang Menyenangkan dalam Keluarga
14. Nasihat apa yang diberikan Paulus kepada para suami, dan mengapa?
14 Kita
cenderung menganggap enteng dampak perkataan, ekspresi wajah, dan
bahasa tubuh kita terhadap orang lain. Misalnya, beberapa pria mungkin
tidak sepenuhnya sadar akan seberapa besar pengaruh kata-katanya
terhadap wanita. Seorang saudari mengatakan, ”Saya takut sekali sewaktu
suami saya berteriak marah kepada saya.” Kata-kata kasar bisa lebih kuat
dampaknya atas wanita ketimbang atas pria; dan wanita mungkin terus
mengingatnya untuk waktu yang lama. (Luk. 2:19) Hal ini terjadi terutama jika yang
mengucapkannya adalah seseorang yang ia cintai dan ia ingin respek.
Paulus menasihati para suami, ”Teruslah kasihi istrimu dan janganlah
marah dengan sengit kepada mereka.” —Kol. 3:19.
15. Ilustrasikan mengapa seorang suami harus memperlakukan istrinya dengan lembut.
15 Berkenaan
dengan hal ini, seorang saudara yang telah lama menikah
mengilustrasikan mengapa seorang suami hendaknya memperlakukan istrinya
dengan lembut, sebagai ”bejana yang lebih lemah”. ”Sewaktu Saudara
memegang sebuah vas bunga yang berharga namun mudah pecah, Saudara tidak
boleh menggenggamnya terlalu keras. Kalau sudah pecah, meski
diperbaiki, retaknya masih kelihatan,” katanya. ”Jika seorang suami
menggunakan kata-kata yang terlalu keras terhadap istrinya, ia bisa
melukai hatinya. Hal ini bisa meninggalkan keretakan yang permanen dalam
hubungan mereka.” —Baca 1 Petrus 3:7.
16. Bagaimana seorang istri dapat membangun keluarganya?
16 Kaum
pria juga bisa terbina atau kecil hati karena perkataan orang lain,
termasuk yang diucapkan istrinya. ”Istri yang bijaksana”, yang bisa
benar-benar ’dipercaya’ oleh suaminya, bertimbang rasa terhadap perasaan
suaminya, sebagaimana ia ingin diperlakukan olehnya. (Ams. 19:14; 31:11)
Kenyataannya, seorang istri bisa memberikan pengaruh yang cukup besar
dalam keluarganya, entah baik atau buruk. ”Wanita yang benar-benar
berhikmat membangun rumahnya, tetapi wanita yang bodoh meruntuhkannya
dengan tangannya sendiri.” —Ams. 14:1.
17. (a) Bagaimana hendaknya
anak-anak berbicara kepada orang tua mereka? (b) Bagaimana hendaknya
orang yang lebih tua berbicara kepada yang lebih muda, dan mengapa?
17 Demikian pula, orang tua dan anak-anak hendaknya berbicara kepada satu sama lain dengan menyenangkan. (Mat. 15:4)
Sewaktu berbicara dengan anak-anak, timbang rasa akan membantu kita
untuk tidak ’membuat mereka kesal’ atau memancing mereka menjadi marah. (Kol. 3:21; Ef. 6:4)
Bahkan jika anak-anak harus didisiplin, orang tua dan penatua hendaknya
berbicara kepada mereka dengan respek. Dengan cara demikian, orang yang
lebih tua akan mempermudah anak-anak untuk memperbaiki tingkah laku
mereka dan mempertahankan hubungan mereka dengan Allah. Itu jauh lebih
baik daripada memberi kesan bahwa kita sudah menyerah, yang mungkin
membuat anak-anak berpikir seperti itu juga tentang diri mereka.
Anak-anak mungkin tidak mengingat semua nasihat yang mereka terima,
tetapi mereka akan mengingat caranya orang lain berbicara kepada mereka.
Membicarakan Hal-Hal Baik dari Hati
18. Bagaimana kita dapat menyingkirkan pikiran dan perasaan yang menyakitkan?
18 Mengendalikan
kemarahan bukan sekadar mempertunjukkan raut muka yang tenang. Tujuan
kita hendaknya tidak sekadar menekan gejolak perasaan dalam diri kita.
Berupaya untuk tampil tenang sedangkan hati kita mendidih dengan
kemarahan akan membuat kita sangat tertekan. Itu sama seperti menginjak
pedal rem dan gas mobil sekaligus. Ini membuat mobil itu ekstra stres
dan bisa rusak. Jadi, jangan memendam kemarahan dan membiarkannya
meledak belakangan. Berdoalah meminta bantuan Yehuwa untuk menyingkirkan
rasa sakit hati. Biarkan roh Yehuwa mengubah pikiran dan hati Saudara
agar selaras dengan kehendak-Nya. —Baca Roma 12:2; Efesus 4:23, 24.
19. Langkah-langkah apa yang dapat membantu kita menghindari konfrontasi yang penuh kemarahan?
19 Ambillah
langkah-langkah praktis. Jika Saudara berada dalam situasi tegang dan
Saudara merasa kemarahan mulai timbul dalam diri Saudara, mungkin ada
baiknya untuk pergi dari situ, sehingga Saudara punya waktu untuk
menenangkan perasaan. (Ams. 17:14)
Kalau lawan bicara Saudara mulai marah, berupayalah keras untuk
bertutur kata dengan lembut. Ingatlah, ”jawaban yang lemah lembut
menjauhkan kemurkaan, tetapi perkataan yang memedihkan hati menimbulkan
kemarahan”. (Ams. 15:1) Komentar yang tajam atau menyerang akan membuat situasinya memanas meski diucapkan dengan suara yang lembut. (Ams. 26:21)
Jadi, sewaktu berada dalam situasi yang menguji pengendalian diri,
hendaknya Saudara ”lambat berbicara, lambat murka”. Berdoalah meminta
roh Yehuwa membantu Saudara untuk mengatakan hal-hal yang baik, bukan
yang buruk. —Yak. 1:19.
Mengampuni dari Hati
20, 21. Apa yang dapat membantu kita mengampuni orang lain, dan mengapa kita harus mengampuni?
20 Sungguh menyedihkan, tidak seorang pun di antara kita yang dapat mengendalikan lidah dengan sempurna. (Yak. 3:2)
Meskipun sudah berupaya sebaik-baiknya, bahkan anggota keluarga dan
saudara-saudari rohani yang kita kasihi kadang-kadang bisa mengeluarkan
kata-kata dengan sembrono yang menyakiti hati kita. Ketimbang merasa
cepat tersinggung, pertimbangkan dengan sabar mengapa mereka mengucapkan
kata-kata itu. (Baca Pengkhotbah 7:8, 9.) Apakah mereka sedang tertekan, takut, kurang sehat, atau sedang menghadapi problem yang tidak kita ketahui?
21 Memang,
faktor-faktor seperti itu tidak bisa dijadikan dalih untuk meluapkan
emosi. Tetapi, dengan menyadari adanya faktor-faktor itu, kita akan
memahami mengapa adakalanya orang mengatakan atau melakukan sesuatu yang
tidak patut dan mungkin menggerakkan kita untuk mau memaafkan. Kita
semua pernah mengatakan atau melakukan hal-hal yang menyakiti orang
lain, dan kita berharap bahwa mereka akan dengan baik hati memaafkan
kita. (Pkh. 7:21, 22) Yesus mengatakan bahwa agar kita menerima pengampunan Allah, kita harus mengampuni orang lain. (Mat. 6:14, 15; 18:21, 22, 35) Karena itu, kita harus cepat meminta maaf dan cepat memberi maaf, sehingga mempertahankan kasih —”ikatan pemersatu yang sempurna” —dalam lingkungan keluarga dan sidang. —Kol. 3:14.
22. Mengapa penggunaan tutur kata yang menyenangkan layak diupayakan?
22 Kemungkinan
besar, tantangan untuk mempertahankan sukacita dan persatuan kita akan
semakin berat seraya sistem ini mendekati akhirnya. Menerapkan
prinsip-prinsip yang praktis dalam Firman Allah akan membantu kita
menggunakan lidah untuk mengatakan yang baik, bukan yang buruk. Kita
akan menikmati lebih banyak hubungan damai dalam sidang dan keluarga,
dan teladan kita akan menjadi kesaksian yang sangat bagus bagi orang
lain tentang Allah kita ”yang bahagia”, Yehuwa. —1 Tim. 1:11.
Dapatkah Saudara Menjelaskan?
• Mengapa penting untuk memilih waktu yang tepat untuk membahas problem?
• Mengapa anggota keluarga hendaknya selalu berbicara kepada satu sama lain ”dengan menyenangkan”?
• Bagaimana kita bisa berupaya agar tidak mengatakan hal-hal yang menyakitkan?
• Apa yang dapat membantu kita untuk mau memaafkan?
[Gambar di hlm. 21]
Tenangkan perasaan Saudara, kemudian cari waktu yang cocok untuk berbicara
[Gambar di hlm. 23]
Seorang pria hendaknya selalu berbicara dengan lembut kepada istrinya